Dimuat di Serambi Indonesia, 12 Mei 2013
HARI menjelang sore. Jenderal Hermen Rudolf Kohler mendekati geladak. Laut biru selat malaka terhampar. Berkali-kali ombak bergulung menghantam badan kapal. Tak seperti perahu kayu, ini kapal perang modern. Bernama Citadel van Antwerpen, buah ilmu pengetahuan Eropa nan canggih. Jangankan oleng, goyah pun tak.
Dari saku celananya, Jenderal berkumis putih dan tebal itu mengeluarkan lipatan kertas: sebuah kalender kecil tahun 1873. Ia membulatkan angka 10 pada bulan April lalu mencatat sesuatu di bawahnya. Ia memasukkan kertas itu kembali ke saku. Ini hari pertama mereka berangkat dari pulau Jawa. Angin berhembus. Sepotong bendera Belanda berkibar-kibar di pucuk kapal. Continue reading →