Gelar Wicara di Museum Aceh

Awal Oktober 2018 lalu, dalam rangka memperingati hari Museum Nasional, saya diminta panitia Museum Aceh untuk menjadi pembicara. Berikut ini adalah isi yang saya sampaikan kepada teman-teman muda pada 12 Oktober 2018 di Banda Aceh.

 

***

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saya merasa tersanjung, merasa terhormat, dan sekaligus merasa terbeban. Merasa terhormat karena diberikan tempat untuk berbicara. Bertahun-tahun yang lalu saya duduk di sana; mendengar orang-orang berbicara terkadang sambil mengernyitkan dahi. Sekarang saya berdiri di panggung ini. Didengar memang sebuah anugerah. Anda dapat membayangkan betapa menyedihkan hidup seorang standup comedian, seorang penyanyi, seorang penceramah, dan penyiar, jika tanpa ada pendengar. Memang pembicara perlu untuk acara seperti hari ini tetapi pendengar juga penting. Maka saya berterimakasih mendalam. Tanpa kehadiran kalian, ini hanya celoteh kosong yang tak bernilai. Continue reading

Separuh Hari

Cerpen Naguib Mahfouz (Diterjemahkan oleh Putra Hidayatullah)

Dimuat di Serambi Indonesia

AKU berjalan mengiringi ayahku, menggenggam tangan kanannya, berlari mengikuti langkah-langkahnya yang lebar. Semua pakaianku baru: sepatu hitam, seragam sekolah berwarna hijau, dan peci merah. Tetapi kegembiraanku pada baju baru bukan tidak terganggu, sebab ini bukanlah hari pesta, tetapi hari di mana aku akan dimasukkan ke sekolah untuk pertama kalinya.

Ibuku berdiri di jendela melihat kami menjauh, dan aku berbalik melihatnya berkali-kali, seolah-olah meminta pertolongan. Kami melangkah sepanjang jalan yang berderet dengan taman; di kedua sisi terdapat tanah lapang yang ditanami biji-bijian, pir berduri, batang inai, dan beberapa pohon kurma. Continue reading

Bersama Dr. Annabel Teh Gallop

Hari ini, 22 Oktober 2016, adalah hari yang paling menyenangkan selama saya sekolah di London. Saya mendapat undangan makan siang dari Dr. Annabel Teh Gallop.

Saya diajak ke restoran Malaysia di mana saya menyantap roti canai kuah kari kambing dan nasi daging rendang yang nikmat. Sambil berjalan kaki, Dr. Annabel berkata, “tapi nanti makan yang banyak ya!”. Saya tersenyum saja. Ia berbahasa Indonesia dengan lancar. Continue reading

Ke London

Banda Aceh, 15 September 2016

KETIKA mengakhiri tulisan ini saya sudah dalam lambung Garuda. Dari deretan kursi berwarna cokelat, wangi parfum lembut menguar. Tiga pramugari berbaju hijau berjalan lalu lalang. Tidak lama lagi terdengar desing dan burung besi ini tinggal landas. Saya memicing mata ke arah jendela. Di luar mobil-mobil pengangkut koper tampak seukuran korek api.

Dalam hitungan menit saya akan terbang. Teringat hari-hari yang telah lalu. Sekira sembilan tahun yang telah lewat, saya sering ke Bandara Sultan Iskandar Muda ini; mengantar teman-teman berangkat kuliah ke Timur Tengah atau Pulau Jawa. Mereka para juara. Otak mereka bagus-bagus. Saya iri. Ketika SMA, saya sering mendapat ranking kedua terakhir; ranking 20 dari 21 siswa. Saya kira saya tidak akan kemana-mana. Tidak ada harapan. Karena itu saya menaruh cita-cita kecil saja. Saya ingin naik pesawat terbang. Continue reading

Sejarah dan Keberanian bersama Putra Hidayatullah

phidayatullah_whiteboardjournal.jpgWawancara dengan Whiteboard Journal (11/11/15)
Muhammad Hilmi (H) berbincang dengan kurator Putra Hidayatullah (P).
Bermula dari ketertarikannya terhadap karya tulis dan sejarah, hasil kurasi Putra Hidayatullah sering berfokus pada relevansi masa lampau dengan masa kini. Contohnya bisa dilihat pada beberapa pameran hasil kurasinya, Puing Perang, yang mengangkat pelanggaran HAM dalam konfilk politik di Aceh, dan Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh. Kini Putra menjadi salah satu kurator Jakarta Bienalle, dan kami berbincang dengannya mengenai latar belakang, perspektif, dan konsep kuratorialnya.
Author Muhammad Hilmi · Photo/Illustration Ken Jenie

Continue reading